Saturday 7 November 2015

SEJARAH PERKEMBANGAN MADRASAH DI INDONESIA



SEJARAH PERKEMBANGAN MADRASAH DI INDONESIA


 



A.    Pengertian Madrasah
Kata madrasah diambil dari akar kata darasa yang berarti belajar. Madrasah adalah isim makan dari kata ini sehingga berarti tempat untuk belajar. Istilah madrasah sering diidentikkan dengan istilah sekolah atau semacam bentuk perguruan yang dijalankan oleh sekelompok atau institusi umat Islam (Zaki Badawi, 1980:229).
Kata “Madrasah” berasal dari bahasa Arab sebagai keterangan tempat (dzaraf), dari akar kata : “Darasa, Yadrusu, Darsan, dan Madrasatan”. Yang mempunyai arti “Tempat belajar para pelajar” atau diartikan “jalan” (Thariq), misalnya : diartikan : “ini jalan kenikmatan”. Sedangkan kata “Midras” diartikan “buku yang dipelajari” atau “tempat belajar”.[1]
 Dalam bahasa Indonesia madrasah disebut dengan sekolah yang berarti bangunan atau lembaga untuk belajar dan memberi pengajaran.[2]
Dari pengertian di atas maka jelaslah bahwa madrasah adalah wadah atau tempat belajar ilmu-imu keislaman dan ilmu pengetahuan keahlian lainnya yang berkembang pada zamannya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa istilah madrasah bersumber dari Islam itu sendiri.
B.     Sejarah singkat munculmaya madrasah
Secara umum madrasah juga sama dengan sekolah-sekolah lain, yaitu lembaga pendidikan yang menggunakan sistem klasikal dan kelas dengan segala fasilitasnya seperti kursi, meja dan papan tulis, kecuali aspek tradisi dan kurikulum yang dilaksanakan. Meskipun sekarang posisi madrasah secara yuridis sama terutama dalam aspek kurikulum tetapi madrasah secara umum masih mempertahankan ciri khasnya sebagai sekolah yang berciri khas Islam.
Madrasah sebagai salah satu bentuk kelembagaan pendidikan Islam memiliki sejarah yang sangat panjang. Ada beberapa pendapat mengenai nunculnya madrasah diantaranya Syalabi (1987: 43) Madrasah pertama kali dirikan pada tahun 459 H oleh Nizam al-Mulk di Baghdad. Hasan Abd ‘Al (1988; 210) Madrasah telah lebih awal berdiri pada abad keempat Hijriyah di Naisabur. Munculnya pendidikan madrasah pada awalnya selain dilatarbelakangi
oleh motivasi agama dan motivasi ekonomi, juga motivasi politik. Sebab itu kelembagaan madrasah merupakan formalisasi yang dilakukan pemerintah terhadap sistem pendidikan informil yang telah ada sebelumnya, sisi lain ialah adanya ketentuan-ketentuan yang lebih jelas yang berkaitan dengan komponen-komponen pendidikan dan keterlibatan pemerintah dalam pengelolaan madrasah.
Dengan demikian keberadaan madrasah pada waktu itu merupakan tonggak baru dalam penyelenggaraan pendidikan Islam yang banyak memberikan kontribusi terhadap perkembangan dunia pendidikan pada masa-masa berikutnya, termasuk perkembangan pendidikan di dunia Barat. Abd Ghani Abud mengatakan “pendirian universitas-universitas di Barat adalah sebagai hasil inspirasi dan pengaruh madrasah (Nidzamiyah)”.[3] George Makdisi juga membuktikan, bahwa tradisi akademik Barat secara historis mengambil banyak keuntungan dari tradisi madrasah.
Di Indonesia, madrasah merupakan fenomena moderen yang dimulai sekitar awal abad ke-20. Tidak ada kejelasan hubungan madrasah abad ke 11-12 di timur tengah dengan munculnya madrasah di Indonesia pada awal abad ke-20. Sejarah pertumbuhan madrasah di Indonesia, jika dikembalikan pada situasi awal abad ke-20, dianggap sebagai memiliki latar belakang sejarahnya sendiri, walaupun sangat dimungkinkan ia merupakan konsekuensi dari pengaruh intensif pembaharuan pendidikan Islam di timur tengah masa moderen.(Simanjuntak (1972: 24).
 Bahwa masuknya agama Islam tidak mengubah hakekat pengajaran agama yang formil, yang berubah ialah isi agama yang dipelajari, bahasa yang menjadi wahana bagi pelajaran agama itu, serta latar belakang pelajar-pelajar, jadi masih tetap menganut pola hindu. Sejalan dengan itu Karel Steenbrink (1994) mengindikasikan bahwa pendidikan Islam berevolusi dari pesantren, madrasah dan kemudian sekolah, sebab itu madrasah di Indonesia dianggap sebagai perkembangan lanjut atau pembaharuan dari lembaga pendidikan pesantren dan surau.
Kemunculan madrasah dipandang menjadi salah satu indikator penting bagi perkembangan positif kemajuan prestasi budaya umat Islam, mengingat realitas pendidikan, sebagaimana terlihat pada fenomena madrasah yang sedemikian maju saat itu, adalah cerminan dari keunggulan capaian keilmuan, intelektual dan kultural.[4]
Oleh sebab itu madrasah telah menjadi salah satu wujud entitas budaya bangsa Indonesia yang telah menjalani proses sosialisasi yang relatif intensif, dan dalam waktu yang cukup panjang itu telah memainkan peran tersendiri dalam panggung pembentukan peradaban bangsa.
Sebelum terbentuk sistem madrasah, pada awalnya proses pendidikan dan pengajaran dilaksanakan di masjid dan pesantren. Setelah terbuka dan semakin kuatnya proses pembentukan “Intellectual Webs” (jaringan intelektual) di kalangan umat Islam dengan Haramain sebagai sumber tempat yang “asli”, nuansa mistik yang kental di pondok pesantren lambat laun semakin berkurang dan bergerak ke arah proses ortodoksi, atau oleh pengamat peradapan di Indonesia menyebut adanya proses bergerak dari Islam yang bercorak mistik menuju ke Islam Sunni (Malik Fadjar, 1998: 22).
 Disisi lain juga terjadi proses perubahan isi pembelajaran di dalam format-format pembelajaranya. Persentuan “global” dengan pusat Islam di Haramain memungkinkan para pelaku pendidikan Islam melihat sistim pembelajaran yang lebih terprogram. Maka tumbuh dan berkembanglah pola pembelajaran pelajaran Islam yang dikelola denggan sistim “Madrasi”. Sebagaimana dimaklumi bahwa sistim madrasah pertama kali didirikan dan diperkenalkan di dunia Islam adalah madrasah Nidzamiyah di baghdad yang didirikan oleh perdana mentri Nidzamul Mulk seorang penguasa Bani saljuk pada abad II yang salah seorang gurunya adalah Imam Ghazali (ensiklopedia Islam; 3:1994).
 Kemudian sistem madrasah ini berkembang ke berbagai kota di negeri Islam antara lain di Kairo (Mesir) berdiri perguruan al-Azhar, di Spayol berdiri perguruan Cordoba dan di India berdiri madrasah Deoban. Dari sini dapat diketahui bahwa madrasah yang kita temukan di Indonesia bukanlah suatu yang indigenius (pribumi) dalam peta dunia pendidikan di Indonesia, dan juga sebagaimana yang ditunjukkan oleh kata “madrasah” itu sendiri yang berasal dari bahasa Arab, secara harfiah kata ini setara maknanya dengan “sekolah”. Berbeda dengan pesantren, yang oleh para peneliti/ilmuwan dipandang sebagai lembaga pendidikan Islam yang memiliki watak indigenius (A.Malik Fadjar, 1998:20).
Dilihat dari pengelolaannya, pendidikan sistem madrasah ini memungkinkan cara pembelajaran secra klasikal. Hal ini berbeda dengan cara yang berkembang di pondok pesantren yang lebih bersifat individual seperti yang terdapat pada sistem sorogan dan wetonan. Pengelolaan sistem madrasi juga memungkinkan adanya pengelompokan pelajaran-pelajaran tentang pengetahuan Islam yang penyampaiannya dilakukan secara bertingkat-tingkat. Pengelompokan ini sekaligus memperhitungkan rentang waktu yang dubutuhkan. Sehingga secara tehnis, sistem madrasi berusaha mengorganisasikan kegiatan kependidikannya dengan sistem kelas-kelas berjenjang dengan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pelajaran yang sudah dipolakan.
Format madrasah dari waktu ke waktu semakin jelas sosoknya, sementara isi dan visi keIslaman terus mengalami perubahan, seiring dengan semakin kuatnya kontak dengan dunia luar terutama dengan negara-negara Islam dan juga dipengaruhi oleh kolonialisasi di nusantara ini yang berabad-abad lamanya.

C.    Perkembangan Madrasah di Indonesia
a.      Masa Penjajahan
Pada masa pemerintah kolonial Belanda Madrasah memulai proses pertumbuhannya atas dasar semangat pembaharuan dikalangan umat Islam. Pertumbuhan Madrasah sekaligus menunjukkan adanya pola respon umat Islam yang lebih progresif, tidak semata- mata bersifat defensif, terhadap pendidikan Hindia Belanda kebijakan pemerintah Hindia Belanda sendiri terhadap pendidikan Islam pada dasarnya bersifat menekan karena kekhawatiran akan timbulnya militansi kaum muslimin terpelajar. Dalam banyak kasus sering terjadi guru-guru agama dipersalahkan ketika menghadapi gerakan kristenisasi dengan alasan ketertiban dan keamanan. [5]
Madrasah pada masa Hindia Belanda mulai tumbuh meskipun memperoleh pengakuan yang setengah-setengah dari pemerintah Belanda. Tetapi pada umumnya madrasah- madrasah itu, baik di Minangkabau, Jawa dan Kalimantan, berdiri semata-mata karena kreasi tokoh dan organisasi tertentu tanpa dukungan dan legitimasi dari pemerintah. [6]
 Kebijakan yang kurang menguntungkan terhadap pendidikan Islam masih berlanjut pada masa penjajahan Jepang, meskipun terdapat beberapa modifikasi. Berbeda dengan pemerintahan Hindia Belanda, pemerintahan Jepang membiarkan dibukanya kembali madrasah-madrasah yang pernah ditutup pada masa sebelumnya. Namun demikian, pemerintah Jepang tetap mewaspadai bahwa madrasah-madrasah itu memiliki potensi perlawanan yang membahayakan bagi pendidikan Jepang di Indonesia. Perkembangan Madrasah pada masa orde lama sejak awal kemerdekaan sangat terkait dengan peran Departemen Agama yang resmi berdiri pada tanggal 13 Januari 1946, dalam perkembangan selanjutnya Departemen Agama menyeragamkan nama, jenis dan tingkatan madrasah sebagaimana yang ada sekarang. Madrasah ini terbagi menjadi dua kelompok. Pertama, madrasah yang menyelenggarakan pelajaran agama 30% sebagaimana pelajaran dasar dan pelajaran umum 70%. Kedua, madrasah yang menyelenggarakan pelajaran agama Islam murni yang disebut dengan Madrasah Diniyah. [7]

Dalam Undang- undang No. 4 tahun 1950 Jo No. 12 tahun 1954 tentang dasar-dasar pendidikan dan pengajaran di sekolah dalam pasal2 ditegaskan bahwa Undang-undang ini tidak berlaku untuk pendidikan dan pengajaran di sekolah-sekolah agama. Dan dalam pasal 20 ayat 1 disebutkan bahwa pendidikan agama di sekolah bukan masa pelajaran wajib dan bergantung pada persetujuan orang tua siswa. Dengan rekomendasi ini, madrasah tetap berada di luar sistem
pendidikan nasional, tetapi sudah merupakan langkah pengakuan akan eksistensi madrasah dalam kerangka pendidikan nasional.[8]

b.      Madrasah Pada Masa Orde Lama.
Memasuki awal orde lama, pemerintah membentuk departemen agama yang resmi berdiri pada Tanggal 3 Januari 1946. Lembaga inilah yang secara intensif memperjuangkan pendidikan islam di Indonesia. Orientasi usaha departemen agama dalam bidang pendidikan islam bertumpu pada aspirasi umat islam agar pendidikan agama diajarkan di sekolah-sekolah. Disamping Pada pengembangan madrasah itu sendiri.
 Salah satu perkembangan madrasah yang cukup menonjol pada masa orde lama ialah: Didirikan dan dikembangkannya pendidikan guru agama dan pendidikan hakim islam negri. madrasah ini menandai perkembangan yang sangat penting di mana madrasah dimaksudkan untuk mencetak tenaga-tenaga professional keagamaan, disamping mempersiapkan tenaga-tenaga yang siap mengembangkan madrasah.
Pada Tanggal 3 Desember 1960 keluar ketetapan MPRS no II/MPRS/1960 tentanng “garis-garis besar pola pembangunan nasional semesta berencana, tahapan pertama tahun 1961-1969” ketetapan ini menyebutkan bahwa pendidikan agama menjadi mata pelajaran di sekolah-sekolah mulai di sekolah rakyat sampai universitas-universitas negri,dengan pengertian bahwa murid-murid berhak tidak ikut serta, apabila wali murid atau murid dewasa menyatakan keberatannya. Namun demikian, dalam kaitannya dengan madrasah ketetapan ini telah memberi perhatian meskipun tidak terlalu berarti, dengan merekomondasikan agar madrasah hendaknya berdiri sendiri sebagai badan otonom dibawah pengawasan departemen pendidikan dan kebbudayaan.[9]
c.       Masa Orde Baru
Pada masa orde baru pemerintah mulai memikirkan kemungkinan mengintegrasikan madrasah ke dalam pendidikan nasional. Berdasarkan SKB (Surat Keputusan Bersama) tiga dimensi, yaitu Menteri Agama, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 6 Tahun 1975, Nomor 037/4 1975 dan Nomor 36 tahun 1975 tentang peningkatan mutu pendidikan pada madrasah ditetapkan bahwa standar pendidikan madrasah sama dengan sekolah umum, ijazahnya mempunyai nilai yang sama dengan sekolah umum dan lulusannya dapat melanjutkan ke sekolah umum setingkat lebih atas dan siswa madrasah dapat berpindah ke sekolah umum yang setingkat. Lulusan Madrasah Aliyah dapat melanjutkan kuliah ke perguruan tinggi umum dan agama.
 Pemerintah orde baru melakukan langkah konkrit berupa penyusunan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1989 tentang sistem pendidikan nasional. Dalam konteks ini, penegasan definitif tentang madrasah diberikan melalui keputusan-keputusan yang lebih operasional dan dimasukkan dalam kategori pendidikan sekolah tanpa menghilangkan karakter keagamaannya. Melalui upaya ini dapat dikatakan bahwa Madrasah berkembang secara terpadu dalam sistem
pendidikan nasional. [10] Pada masa orde baru ini madrasah mulai dapat diterima oleh semua lapisan masyarakat mulai dari masyarakat kelas rendah sampai masyarakat menengah keatas.
            Sedangkan pertumbuhan jenjangnya menjadi 5 (jenjang) pendidikan yang secara berturut-turut sebagai
berikut :
1)   Raudatul Atfal (Bustanul Atfal).
Raudatul Atfal atau Bustanul Atfal terdiri dari 3 tingkat :
1.      Tingkat A untuk anak umur 3-4 tahun
2.      Tingkat B untuk anak umur 4-5 tahun
3.      Tingkat C untuk anak umur 5-6 tahun
2) Madrasah Ibtidaiyah.
Madrasah Ibtidaiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran rendah serta menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.
3) Madrasah Tsanawiyah
Madrasah Tsanawiyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah pertama dan menjadikan mata pelajaran agama Islam sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum.
4) Madrasah Aliyah.
Madrasah Aliyah ialah lembaga pendidikan yang memberikan pendidikan dan pengajaran tingkat menengah keatas dan menjadikan mata pelajaran agama Islam. Sebagai mata pelajaran dasar yang sekurang-kurangnya 30% disamping mata pelajaran umum. Dewasa ini Madrasah Aliyah memiliki jurusan-jurusan : Ilmu Agama, Fisika, Biologi, Ilmu Pengetahuan Sosial dan Budaya.
5) Madrasah Diniyah
Madrasah Diniyah ialah lembaga pendidikan dan pelajaran agama Islam, yang berfungsi terutama untuk memenuhi hasrat orang tua agar anak-anaknya lebih banyak mendapat pendidikan agama Islam.

Thursday 22 October 2015

KONSEP PENILAIAN SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN

KONSEP PENILAIAN SERTIFIKASI GURU DAN DOSEN




Penilaian portofolio


Penilaian portofolio merupakan penilaian terhadap kumpulan dokumen maupun data yang berupa SK Kenaikan Jabatan terakhir, instrumen persepsional dan personal / deskripsi diri yang telah diisi oleh diri sendiri, mahasiswa, kolega guru dan dosen, dan atasan guru/dosen. Khusus untuk instrumen Deskripsi Diri, penilaian juga dilakukan oleh asesor.


Rasional Portofolio
 
 Melengkapi aspek-aspek penilaian yang belum termuat dalam PAK (Penilaian Angka Kredit), dengan cara :
• Penilaian Persepsional oleh diri sendiri, mahasiswa, kolega dan atasan terhadap empat kompetensi guru dan dosen
• Penilaian Personal yaitu pernyataan dari guru dan dosen ybs tentang prestasi dan kontribusi yang telah diberikannya dalam pelaksanaan dan pengembangan Tridharma.
Bukti-bukti Portopolio untuk sertifikasi



Instrumen Penilaian dalam Sertifikasi


 PP. No.19 Tahun 2005, pasal 36 (ayat 1-2)
1) Guru yang berprestasi, berdedikasi luar biasa, dan/atau bertugas didaerah khusus berhak memperoleh penghargaan.
2) Guru yang gugur dalam melaksanakan tugas didaerah khusus memperoleh penghargaan dari pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.

 PP. No.19 Tahun 2005, pasal 37 (ayat 1-5)
1) Penghargaan dapat diberikan oleh pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan.
2) Penghargaan dapat diberikan pada tingkat sekolah, tingkat desa/kelurahan, tingkat kecamatan, tingkat kabupaten/kota, tingkat provinsi, tingkat nasional, dan/atau tingkat internasional.
3) Penghargaan Kepada guru dapat diberikan dalam bentuk tanda jasa, kenaikan pangkat istimewa,financial, piagam, dan/atau bentuk penghargaan lain.
4) Penghargaan kepada guru dilaksanakan dalam rangka memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia, Hari ulang tahun provinsi, hari ulang tahun kabupaten/kota, hari ulang tahun satuan pendidikan, hari pendidikan nasional, hari guru nasional, dan/atau hari besar lain.
5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian penghargaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1),ayat(2),ayat(3), dan ayat (4) diatur dengan peraturan pemerintah.

 PP. No.19 Tahun 2005, pasal 38
Pemerintah dapat menetapkan hari guru nasional sebagai penghargaan kepada guru yang diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Dengan mengacu pada Peraturan Pemerintah yang telah ditetapkan maka, dibuatlah manajement pendidikan, guna:
a) Menilai bagus atau tidaknya kinerja mengajar
b) Menilai kelayakan gaji
c) Menilai kebutuhan pengajar




PENDEKATAN PEMBELAJARAN



PENDEKATAN PEMBELAJARAN

Pembelajaran ialah suatu proses meningkatkan kemampuan-kemampuan kognitif, afektif dan keterampilan siswa. Kemampuan-kemampuan tersebut diperkembangkan bersama dengan pemerolehan pengalaman belajar sesuatu. Sedangkan pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai standar atau patokan umum yang digunakan pendidik terhadap suatu proses pembelajaran serta mengacu pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih umum.
Dilihat dari pendekatannya, terdapat dua jenis pendekatan pembelajaran, yaitu :
1.         Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada siswa ( student centered approach ).
2.         Pendekatan pembelajaran yang berorientasi pada guru ( teacher centered approach).
A.   PENGORGANISASIAN SISWA
Terdapat tiga macam pengorganisasian siswa dalam pendekatan pembelajaran, yaitu :
1.         Pembelajaran Secara Individual
Pembelajaran secara individual adalah kegiatan mengajar guru yang menitikberatkan pada bantuan dan bimbingan belajar pada masing-masing individu. Pada pembelajaran ini, guru memberi bantuan dan bimbingan pada masing-masing individu.
Ciri-ciri yang menonol pada pembelajaran ini dapat diidentifikasi dari berbagai segi, yaitu :
a.        Tujuan Pengajaran
Tujuan pengajaran pada pembelajaran secara individual ialah pemberian kesempatan dan keleluasaan siswa untuk belajar dan mengembangkan pengetahuannya secara optimal berdasarkan kemampuan sendiri.
b.        Kedudukan Siswa dalam Pembelajaran
Dalam pembelajaran secara individual ini, siswa tentunya memiliki keleluasaan dalam mengembangkan dirinya. Keleluasaan itu terdiri dari :
·           Keleluasaan belajar berdasarkan kemampuannya sendiri,
·           Kebebasan menggunakan waktu belajar, dalam hal ini siswa bertanggung jawab terhadap semua kegiatan yang dilakukannya,
·           Keleluasaan dalam mengendalikan kegiatan, kecepatan dan intensitas belajar untuk mencapai tujuan belajar yang ditetapkan,
·           Siswa dapat melakukan penilaian sendiri atas hasil belajar yang telah dilakukannya,
·           Siswa dapat mengetahui kemampuan dan hasil belajarnya sendiri, dan
·           Siswa mempunyai kesempatan untuk menyusun program belajarnya sendiri.
c.       Kedudukan Guru dalam Pembelajaran
Kedudukan guru dalam pembelajaran individual bersifat membantu. Bantuan tersebut berkenaan dengan komponen pembelajaran berupa :
·           Perencanaan kegiatan belajar,
·           Pengorganisasian kegiatan belajar,
·           Penciptaan pendekatan terbuka antara guru dan siswa, dan
·           Fasilitas yang mempermudah belajar.
Peranan guru dalam merencanakan kegiatan belajar siswa adalah sebagai berikut :
·           Membantu merencanakan kegiatan belajar siswa berdasarkan kemampuan yang dimilikinya,
·           Membicarakan pelaksanaan belajar, mengemukakan criteria keberhasilah belajar, menentukan waktu dan kondisi belajar,
·           Berperan sebagai penasehat atau turtor, dan
·           Membantu siswa dalam penilaian hasil belajar serta kemajuan sendiri.
Peran guru dalam pengorganisasian kegiatan belajar adalah mengatur dan memonitor kegiatan belajar sejak awal sampai akhir. Peranan guru sebagai berikut :
·           Memberikan orientasi umum sehubungan dengan belajar topik tertentu,
·           Membuat variasi kegiatan belajar agar tidak terjadi kebosanan,
·           Mengkoordinasikan kegiatan dengan memperhatikan kemajuan, materi, media dan sumber,
·           Membagi perhatian pada sejumlah pebelajar, menurut tugas dan kebutuhan pebelajar,
·           Memberikan balikan terhadap setiap pebelajar, dan
·           Mengakhiri kegiatan belajar dalam suatu unjuk hasil belajar berupa laporan atau pameran hasil kerja yang umumnya diakhiri dengan evaluasi hasil belajar.
Peranan guru dalam penciptaan hubungan terbuka dengan siswa bertujuan menimbulkan perasaan bebas dalam belajar. Hal tersebut dilakukan dengan berbagai cara, yaitu :
·           Membuat hubungan yang akrab dan peka terhadap kebutuhan siswa,
·           Mendengarkan semua ungkapan jiwa siswa secara simpatik,
·           Cepat tanggap dan memberikan reaksi positif pada siswa,
·           Membina rasa saling mempercayai,
·           Kesiapan membantu siswa, dan
·           Memberikan perasaan aman sehingga siswa lebih leluasa bereksplorasi.
Cara guru untuk menjadi fasilitator dalam belajar ialah :
·           Membimbing siswa belajar,
·           Menyediakan media dan sumber belajar,
·           Member penguatan belajar,
·           Menjadi teman dalam pelaksanaan, cara dan hasil belajar, dan
·           Member kesempatan pada siswa untuk memperbaiki diri.
d.        Program Pembelajaran
Program pembelajaran individual merupakan usaha memperbaiki kelemahan pengajaran klasikal.
·           Dari segi kebutuhan pelajar, program ini lebih efektif sebab siswa belajar sesuai program yang diminatinya sendiri.
·           Dari segi guru, kurang efisien jika jumlah siswa terlalu banyak.
·           Dari segi usia perkembangan belajar, program ini cocok untuk siswa SMP ke atas, karena siswa dinilai telah dapat membaca dengan baik, mengerti dan memahami dengan baik serta dapat bekerja mandiri dan bekerjasama dengan baik.
·           Dari segi bidang studi, bidang studi yang cocok untuk program ini ialah bahasa, matematika, IPA dan IPS bagi ajaran tertentu, serta music, kesenian dan olah raga yang bersifat perseorangan.
Program pembelajaran individual dapat berjalan efektif jika mempertimbangkan hal-hal berikut :
·           Disesuaikan dengan kebutuhan dan kemampuan siswa,
·           Tujuan pembelajaran dibuat dan dimengerti siswa,
·           Prosedur dan cara kerja dimengerti siswa, dan
·           Keterlibatan guru dalam evaluasi dimengerti siswa.
e.      Orientasi dan Tekanan Utama dalam Pelaksanaan Pembelajaran
Program pembelajaran individual berorientasi pada pemberian bantuan kepada setiap siswa agar ia dapat belajar secara mandiri. Dalam pelaksanaannya, guru berperan sebagai fasilitator, pembimbing, pendaignosis kesulitan belajar dan rekan diskusi.
2.      Pembelajaran secara kelompok
a.        Tujuan Pengajaran pada Kelompok Kecil
Tujuan pengajaran pada kelompok kecil ialah :
·           Memberi kesempatan pada siswa untuk mengembangkan kemampuan dalam pemecahan masalah secara rasional,
·           Mengembangkan sikap sosial dan semangat bergotong royong,
·           Mendinamiskan kegiatan kelompok dalam belajar sehingga masing-masing individu mempunyai rasa tanggung jawab terhadap kelompoknya, dan
·           Mengembangkan kemampuan kepemimpinan-keterpimpinan pada tiap anggota kelompok dalam pemecahan masalah kelompok.
b.    Siswa dalam pembalajaran kelompok kecil
Siswa dalam kelompok kecil adalah anggota kelompok yang belajar untuk memecahkan masalah kelompok. Kelompok kecil merupakan satuan kerja yang kompak dan kohesif.
Ciri-ciri kelompok kecil yang menonjol adalah sebagai berikut :
·         Tiap siswa merasa sadar diri sebagai anggota kelompok
·         Tiap siswa merasa diri memiliki tujuan bersama
·         Memiliki rasa saling membutuhkan dan saling tergantung
·         Ada interaksi dan komunikasi antar anggota
·         Ada tindakan bersama sebagai perwujudan tanggung jawab kelompok
Dari segi individu, keanggotaan siswa dalam kelompok kecil merupakan pemenuhan kebutuhan berasosiasi. Tiap siswa dalam kelompok kecil menyadari bahwa kehadiran kelompok diakui bila kelompok berhasil memecahkan tugas yang dibebankan. Dalam hal ini, timbullah rasa bangga dan rasa memiliki pada tiap anggota kelompok.
Agar kelompok kecil berperan konstruktif dan produktif, diharapkan :
·         Anggota kelompok sadar diri menjadi anggota kelompok
·         Siswa sebagai anggota kelompok memiliki rasa tanggung jawab
·         Tiap anggota kelompok membina hubungan akrab yang dapat menimbulkan rasa semangat
·         Kelompok mewujud dalam satuan kerja yang kohesif.
Dalam berkelompok siswa dididik mewujudkan cita kemanusiaan secara objektif dan benar.
c.  Guru sebagai pembelajar
            Pembalajaran kelompok bertujuan untuk menimbulkan dinamika kelompok agar kualitas belajar meningkat. Dalam pembelajaran kelompok, jumlah siswa yang bermutu diharapkan menjadi lebih banyak. Anggota kelompok yang berkamampuan tinggi dijadikan motor penggerak dan pemecah masalah.
Peranan guru dalam pembalajaran kelompok ialah :
·         Pembentukan kelompok
·         Perencanaan tugas kelompok
·         Pelaksanaan
·         Evaluasi hasil belajar kelompok

Pembentukan kelompok kecil merupakan kunci keberhasilan belajar kelompok. Hal yang harus diperhatikan dalam pembentukan kelompok adalah :
·         Tujuan yang akan diperoleh siswa dalam berkelompok
·         Latar belakang pengalaman siswa
·         Minat atau pusat perhatian siswa
Dalam pelaksaan mengajar, guru dapat berperan sebagai berikut :
·         Pemberi informasi umum tentang tujuan belajar, tata kerja, kriteria keberhasilan belajar dan evaluasi
·         Setelah kelompok memahami tugasnya, maka kelompok melaksanakan tugas. Guru bertindak sebagai fasilitator, pembimbing dan pengendali ketertiban kerja
·         Pada akhir pelajaran, tiap kelompok melaporkan hasil kerja
·         Guru mengevaluasi hasil kerja tersebut
Pada pembelajaran kelompok, orientasi dan tekanan utama pelaksanaan adalah peningkatan kemampuan kerja kelompok. Kerja kelompok berarti belajar kepemimpinan dan keterpimpinan.
 
3.    Pembelajaran secara klasikal
Pembelajaran klasikal merupakan kemampuan guru yang utama karena pengajaran klasikal merupakan kegiatan mengajar yang tergolong efisien. Dalam hal ini terdapat 2 kegiatan sekaligus, yaitu :
·         Mengelolaan kelas, ialah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan belajar dengan baik.
·         Pengelolaan pembelajaran yang bertujuan mencapai tujuan belajar.
Peran guru dalam pembelajaran secara individual dan kelompok berlaku dalam pembelajaran secara klasikal. Tekanan utama dalam pembelajaran adalah seluruh anggota kelas. Pembelajaran kelas dapat dilakukan dengan tindakan sebagai berikut:
·      Penciptaan tertib belajar dikelas
·      Penciptaan suasana senang dalam belajar
·      Pemusatan perhatian pada bahan ajar
·      Mengikutsertakan siswa belajar aktif
·      Pengorganisasian belajar sesuai dengan kondisi siswa

B. POSISI GURU – SISWA DALAM PENGOLAHAN PESAN
Dalam kegiatan belajar mengajar guru berusaha menyampaikan sebuah pesan. Sebaliknya, siswa juga berusaha memperoleh pesan tersebut. Pesan tersebut bisa berupa pengetahuan, wawasan, keterampilan dll.
1. Pembelajaran dengan strategi ekspositorik
Model pengajaran ini merupakan kegiatan mengajar yang berpusat pada guru. Guru aktif memberikan penjelasan atau informasi terperinci tentang bahan pengajaran. Tujuan utama pengajaran ini adalah memindahkan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai kepada siswa.
Hal yang esensial pada bahan pengajaran harus disampaikan pada siswa.
Peranan guru yang penting adalah sebagai :
·         Penyusun program pembelajaran
·         Pemberi informasi yang benar
·         Pemberi fasilitas belajar yang baik
·         Pembimbing siswa dalam perolehan informasi yang benar
·         Penilai perolehan informasi
Sementara peranan siswa yang penting adalah :
·         Pencari informasi yang benar
·         Pemakai media dan sumber yang benar
·         Penyelesaikan tugas sehubungan dengan penilaian guru
2.  Pembelajaran dengan strategi inkuiri
Perilaku mengajar dengan strategi inkuiri juga disebut sebagai model inkuiri. Model inkuiri merupakan pengajaran yang mengharuskan siswa mengolah pesan sehingga memperoleh pengatahuan, keterampilan dan nilai-nilai. Dlam model ini siswa dirancang untuk terlibat dalam melakukan inkuiri. Model pengajaran ini merupakan pengajaran yang terpusat pada siswa. Tujuan utama model ini adalah mengembangkan keterampilan intelektual, berpikir kritis, dan mampu memecahkan masalah secara ilmiah.
Peranan guru yang penting adalah :
·         Menciptakan suasana bebas berpikir sehingga siswa berani bereksplorasi dalam penemuan dan pemecahan masalah.
·         Fasilitator dalam penelitian
·         Rekan diskusi dalam klasifikasi dan pencarian alternative pemecahan masalah.
·         Pembimbing penelitian, pendorong keberanian berpikir alternative dalam pemecahan masalah
Peranan siswa yang penting adalah :
·         Mengambil prakarsa dalam pencarian masalah dan pemecahannya
·         Pelaku aktif dalam belajar dan melakukan penelitian
·         Penjelajah tentang masalah dan metode pemecahannya
·         Penemu pemecahan masalah
Evaluasi hasil belajar pada model inkuiri meliputi :
·         Keterampilan pencarian dan perumusan masalah
·         Keterampilan pengumpulan data atau informasi
·         Keterampilan meneliti tentang objek penelitian
·         Keterampilan menarik kesimpulan
·         Laporan hasil penelitian

C. KEMAMPUAN YANG AKAN DICAPAI DALAM PEMBELAJARAN
Siswa yang belajar akan mengalami perubahan. Hasil belajar tersebut meningkatkan kemampuan mental. Pada umumnya hasil belajar tersebut meliputi ranah-ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Kemampuan mental yang akan dicapai dalam pembelajaran adalah tujuan pembelajaran.
Secara umum kegiatan belajar meliputi fase-fase sebagai berikut :
·         Motivasi yang berarti siswa sadar mencapai tujuan dan bertindak mencapai tujuan belajar
·         Konsentrasi, yang berarti siswa memusatkan perhatian pada bahan ajar
·         Mengolah pesan, yang berarti siswa mengolah informasi dan mengambil makna tentang apa yang dipelajari
·         Menyimpan, yang berarti siswa menyimpan ingatan, perasaan, dan kemempuan motoriknya
·         Menggali, dalam arti menggunakan hal yang dipelajari sebagai hal yang akan digunakan dalam suatu pemecahan masalah
·         Prestasi, dalam arti menggunakan bahan ajar untuk kerja
·         Umpan balik, yang berarti siswa melakukan pembenaran tentang hasil belajarnya atau prestasinya
Kegiatan belajar disekolah, menurut Biggs dan Telfer pada umumnya dapat dibedakan menjadi 4 hal berkenaan dengan :
·         Belajar yang kognitif
·         Belajar yang afektif
·         Belajar yang berkenaan dengan isi ajaran atau bahasan
·         Belajar yang berkenaan dengan proses
D. PROSES PENGOLAHAN PESAN
Pemerolehan pengalaman, peningkatan jenis ranah tiap siswa tidak sama. Hal itu disebabkan oleh proses pengolahan pesan. Ada 2 jenis pengolahan pesan, yaitu secara deduktif dan induktif.
1. Pengolahan pesan secara deduktif
Secara umum prilaku pengolahan pesan secara deduktif dapat dilukiskan dengan langkah-langkah sebagai berikut :
Tahap satu                    : Pendahuluan pembelajaran
Tahap dua                     : Penyajian generalisasi dan konsep. Dalam hal ini guru mengemukakan  rumusan generalisasi yang telah disiapkan dan menjelaskan konsep.
Tahap tiga                     : Pengumpulan data yang mendukung generalisasi
Tahap empat               : Analisis data dan verifikasi data generalisasit
Tahap lima                    : Aplikasi generalisasi pada data yang terkumpul
Tahap enam                 : Evaluasi tentang proses pengolahan pesan, pemerolehan pengetahuan dan pengalaman tersebut
Secara singkat dapat dikatakan bahwa pengolahan pesan secara deduktif dimulai dengan :
·         Guru mengemukakan generalisasi
·         Penjelasan berkenaan dengan konsep-konsep
·         Pencarian data yang dilakukan oleh siswa
2. Pengolahan pesan secara induktif
Secara umum, prilaku pengolahan pesan secara induktif dapat dilukiskan sebagai berikut :
Tahap Satu                    : Pendahuluan pembelajaran
Tahap dua                     : Pengumpulan data
Tahap tiga                     : Analisis data
Tahap empat               : Perumusan dan pengujian hipotesis
Tahap lima                    : pengaplikasian generalisasi
Tahap enam                 : Evaluasi hasil dan proses belajar
Pengolahan pesan secara induktif bermula dari :
·         Fakta atau peristiwa khusus
·         Penyusunan konsep berdasarkan fakta-fakta
·         Penyusunan generalisasi berdasarkan konsep-konsep
·         Terapan generalisasi pada tahap baru atau uji hipotesis
·         Penarikan kesimpulan lanjut